Jelajah
IMG-LOGO

SEJARAH KABUPATEN MAGELANG

Create By 27 February 2018 9 Views

 

Kabupaten Magelang adalah sebuah Kabupaten di provinsi Jawa Tengah. Ibu kota Kabupaten ini adalah Kota Mungkid. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang di utara, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali di timur, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo di selatan, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Temanggung di barat, serta Kota Magelang yang berada di tengah-tengahnya. Candi Borobudur, sebuah mahakarya peninggalan Dinasti Syailendra yang kini menjadi kebanggaan Indonesia dan dunia, berada di wilayah Kabupaten Magelang. Terdapat beberapa versi yang menjelaskan asal nama Magelang. Versi terpopuler mengatakan bahwa Magelang berasal dari kata tepung gelang, yang berarti "mengepung rapat seperti gelang". Nama tersebut diberikan untuk mengenang Raja Jin Sonta yang dikepung di daerah ini oleh pasukan Mataram sebelum akhirnya mati di tangan Pangeran Purbaya. Sejarah Kabupaten Magelang tidak bisa dipisahkan dari perkembangan Kota Magelang. Pada tahun 1812, Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles mengangkat Ngabei Danuningrat sebagai bupati pertama Magelang dengan gelar Adipati Danuningrat I. Penunjukkan ini terjadi sebagai konsekuensi perjanjian antara Inggris dan Kesultanan Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1812 yang menyerahkan wilayah Kedu kepada pemerintah Inggris. Sejak itu Danuningrat menjadi bupati pertama di Kabupaten Magelang dengan gelar Adipati Danuningrat I. Atas petunjuk dari gurunya beliau memilih daerah antara desa Mantiasih dan desa Gelangan sebagai pusat pemerintahan. Pada tahun 1930, jabatan bupati diserahkan dari dinasti Danuningrat kepada pejabat baru yang bernama Ngabei Danukusumo. Sementara itu sebagai tindak lanjut dari Keputusan Desentralisasi (Decentralisatie Besluit) tahun 1905, Kota Magelang menjadi gemeente bersama dengan Kota Semarang, Salatiga, dan Pekalongan. Jabatan walikota baru diangkat pada tahun 1924. Meskipun demikian, kedudukan bupati masih tetap berada di kota Magelang. Akibatnya ada sejumlah pimpinan daerah di kota Magelang yaitu bupati Magelang, residen Kedu, asisten residen Magelang dan walikota Magelang. Seiring dengan waktu, kedudukan Kabupaten Magelang diperkuat melalui UU No. 2 tahun 1948 dengan ibu kota di Kota Magelang. Pada tahun 1950 berdasarkan UU No. 13 tahun 1950 Kota Magelang berdiri sendiri dan diberi hak untuk mengatur rumah tangga sendiri, sehingga ada kebijaksanaan untuk memindah ibu kota kabupaten ke daerah lain. Ada dua alternatif ibu kota sebagai penganti Kota Magelang, yaitu Kawedanan Grabag atau Kawedanan Muntilan, namun kedua daerah ini ditolak. Pada tanggal 22 Maret 1984, kecamatan Mertoyudan bagian Selatan dan kecamatan Mungkid bagian Utara dipilih secara resmi sebagai ibu kota Kabupaten Magelang oleh gubernur Jawa Tengah dengan nama Kota Mungkid. Geografi Kabupaten Magelang berada di cekungan sejumlah rangkaian pegunungan. Di bagian timur (perbatasan dengan Kabupaten Boyolali) terdapat Gunung Merbabu (3.141 meter dpl) dan Gunung Merapi (2.911 m dpl). Di bagian barat (perbatasan dengan Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Wonosobo) terdapat Gunung Sumbing (3.371 m dpl). Di bagian barat daya terdapat rangkaian Bukit Menoreh. Pada bagian tengah mengalir Kali Progo beserta anak-anak sungainya menuju selatan. Di Kabupaten Magelang juga terdapat Kali Elo yang membelah dua wilayah ini. Pertemuan kembali kedua kali tersebut terletak di desa Progowati yang konon dahulu di tempat itu lebih banyak penduduk berjenis kelamin wanita daripada pria. Kota Mungkid sebagai ibu kota kabupaten ini, berada sekitar lima belas kilometer di sebelah selatan Kota Magelang, dapat dijangkau mudah dengan kendaraan roda empat. Selain itu, Secang merupakan persimpangan antara jalan negara Semarang - Magelang - Yogyakarta dan jalan provinsi menuju Temanggung. Dahulu wilayah Kabupaten Magelang dilalui jalur kereta api yang menghubungkan Semarang - Yogyakarta, bahkan merupakan salah satu jalur kereta api tertua yang berada di Indonesia. Stasiun yang dimiliki Kabupaten Magelang antara lain adalah Stasiun Muntilan, Stasiun Blabak, Stasiun Mertoyudan, dan Stasiun Secang. Namun, meletusnya Gunung Merapi sekitar tahun 1970-an membuat jalur kereta api tersebut rusak akibat terjangan lahar sehingga menyebabkan jalur dan stasiun tersebut kini tidak difungsikan lagi. Pariwisata Di kabupaten ini terdapat Candi Borobudur merupakan obyek wisata andalan Provinsi Jawa Tengah yang kini mendapat perlindungan dari UNESCO sebagai warisan dunia (World Heritage). Selain Borobudur, terdapat sejumlah candi di antaranya Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Ngawen, Candi Canggal atau Candi Gunungwukir, Candi Selogriyo, Candi Gunungsari, Candi Lumbung, Candi Pendem, dan Candi Asu. Selain candi sebagai objek wisata budaya, Kabupaten Magelang juga mempunyai satu museum yang terletak di jalan antara Candi Mendut dan Borobudur, yaitu Museum Senirupa Haji Widayat. Untuk obyek wisata alam, Kabupaten Magelang memiliki beberapa obyek wisata, antara lain kawasan wisata Arung Jeram Citra Elo, Kopeng, Kolam Renang Kalibening-Payaman, Gardu Pandang Ketep Pass juga air terjun Kedung Kayang kira-kira lima kilometer dari Ketep Pass, Gardu Pandang Babadan, Losari Coffee Plantation, pemandian air panas Candi Umbul dan air terjun Sekar Langit (di Kecamatan Grabag). Di samping itu Kali Progo dan Kali Elo juga sering digunakan untuk wisata arung jeram.Juga ada Air Terjun Curug Silawe, Air Terjun Selo Projo Beberapa obyek wisata religi yang ada di Kabupaten Magelang antara lain Langgar Agung Pangeran Diponegoro, Makam Kyai Condrogeni, Makam Sunan Geseng, dan Makam Raden Santri. Sementara itu, untuk seni budaya dan kriya terdapat beberapa obyek dan daya tarik wisata (ODTW) antara lain kesenian tradisional, kerajinan cinderamata, kerajinan mebel dan interior, serta makanan khas. Dongeng Muntilan dalam Kenangan Di masa lalu ada seorang pengelana yang tengah membawa kantong dari kain kadut di pundaknya. Kantong tersebut dipenuhi dengan bahan dan barang perbekalan selama pengembaraan. Saking banyaknya bekal yang dibawa, maka kantong tersebut nampak munthil-munthil (sangat penuh dan bergelantungan di pundak). Sialnya, untung tak dapat diraih dan malangpun tak dapat ditolak. Di sebuah jalan setapak yang sunyi sepi, sekawanan perampok menghadang langkah sang pengelana. Dengan ancaman pedang di leher, sang pengelana diam terkunci mulutnya karena rasa ketakutan yang mencekam. Semua bekal yang munthil-munthil di pundaknya terpaksa diserahkan kepada kawanan perampok tersebut. Selepas para perampok pergi, barulah sang pengelana berteriak histeris penuh gemetar dan rasa shock yang tiada tara. “Munthil ilang…..munthil ilang…..munthil-munthil ilang”, demikian suara sang pengelana tergagap. Orang-orang di persawahan dan tegalan yang mendengar teriakan munthil ilang itupun langsung berlarian menuju lokasi tempat terjadinya perampokan. Sang pengelana hanya menunjuk-nunjuk ke a rah perginya kawanan perampok yang telah merampas bawaannya sambil tak henti-hentinya terus meneriakkan munthil ilang…munthil ilang. Wargapun tidak bisa berbuat apa-apa karena kawanan perampok terlalu kuat untuk dilawan. Kejadian di atas kemudian menjadi tetenger atau pertanda di hari-hari selanjutnya para warga menyebut lokasi bekas terjadinya perampokan itu dengan sebutan “munthil ilang”. Lama kelamaan kata munthil ilang terucap menjadi munthilang, dan selanjutnya menjadi muntilan. Inilah salah satu versi asal-usul nama Muntilan. Sebuah kota kecil di sisi barat gunung Merapi yang dibatasi kali Blongkeng dan kali Pabelan. Cerita versi yang lain, konon kata muntilan berasal dari bahasa Inggris, mount dan land. Hal ini merujuk kepada kondisi topografi tanah yang bergunung-gunung di sekeliling daerah Muntilan. Muntilan bisa dibilang merupakan pusat pertemuan lima cincin gunung yang meliputi Merapi, Merbabu, Andong-Telomoyo, Sumbing dan pegunungan Menoreh. Saat ini Muntilan merupakan sebuah kota kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Magelang. Pada periode awal 1900-an, Muntilan menjadi sebuah wilayah kawedanan yang membantu tugas kepemerintahan Tuan Regent. Di masa orde baru, kota ini sempat dimekarkan menjadi sebuah kota administratif (Kotip) yang akan dikembangkan lebih lanjut menjadi sebuah kota madya. Namun perkembangan reformasi menjadikan kisah Muntilan tetap hanyalah sebagai sebuah kota kecamatan hingga kini. Sebagai sebuah wilayah kepemerintahan kecamatan, Muntilan membawahi beberapa desa atau kelurahan di sekitarnya. Desa yang dibawahi kecamatan Muntilan, meliputi Adikarto, Congkrang, Gondosuli, Gunungpring, Keji, Menayu, Muntilan, Ngawen, Pucungrejo, Sedayu, Sokorini, Sriwedari, Tamanagung dan Tanjung. Beberapa kecamatan yang berbatasan langsung dengan Muntilan adalah Kecamatan Salam, Srumbung, Dukun, dan Mungkid. Muntilan merupakan kota terbesar di wilayah Kabupaten Magelang. Bahkan jika dibandingkan ibukota Kabupaten di Kota Mungkid, Muntilan jauh lebih ramai dan padat penduduknya. Muntilan berada di jalur strategis yang menghubungkan Jogja-Magelang-Semarang. Terletak sekitar 25 km sebelah utara Jogjakarta, menjadikan Muntilan menjadi jalur perlintasan yang strategis dan ramai. Muntilan menjadi sebuah kota yang dinamis, namun tetap bersanding dengan sisi ke-ndesoan desa-desa di seputarannya. Di kelilingi daerah sentra pertanian yang subur, Muntilan menjadi pusat perdagangan komoditas pertanian lokal. Pasar Muntilan berkembang sangat pesat, meskipun pada awalnya hanya ramai di saat hari pasaran Kliwon saja. Kini pasar Muntilan sangat padat dijejali pedagang dan ruko yang bahkan mengesankan kawasan pasar yang tidak tertata dan semrawut. Komoditas hasil pertanian terbesar diantaranya adalah beras, sayur-mayur, buah-buahan, tembakau, bahkan klembak. Kota Muntilan dibelah sebuah jalan protokol utama yang membujur utara-selatan. Dengan dipagari toko-toko yang pada awalnya sepenuhnya diusahakan oleh para perantau Tiongkok, Jalan Pemuda merupakan ruas jalan yang sangat legendaris. Di samping pertokoan, di jalan tersebut juga terdapat sekolah, perkantoran, dan fasilitas umum, seperti bank, masjid, gereja, klentheng, bioskop, dll. Dari ujung selatan Jalan Pemuda, melalui jembatan kali Blongkeng, Muntilan akan menyambut dengan garasi bus Ramayana, kampung Wonosari, SMK As Sholihah, GKJ, SMP 1 Muntilan, Tape Ketang, Kali Lamat, pasar Jambu, kawasan Tugu Wesi, Klentheng, Bangjo Pasar, kawasan Terminal Drs Prajitno, kawasan Plasa, Kali Keji, RSPD(Gemilang FM), kawasan Prumpung, Monumen Bambu Runcing, hingga jembatan Kali Pabelan. Diantara kekhasan kota Muntilan yang paling tersohor adalah tape ketan. Produk rumahan yang terbuat dari beras ketan yang difermentasikan ini, seakan memang menjadi ikon kuliner khas Muntilan. Namun demikian jika kita bertandang di Muntilan akan sangat mudah menemukan wajik Ny Week, jenang, krasikan, hingga slondhok dan pothil. Di samping produk makanan ringan, kuliner Muntilan juga diperkaya dengan bakso Mekarsari yang terkenal, magelangan di kawasan klentheng, soto dan nasi rames di berbagai sudut pasar, hingga kupat tahupun banyak bertebaran. Untuk produk kerajinan tangan yang paling terkenal adalah berbagai kerajinan pahatan batu di kawasan Prumpung maupun Tejowarno. Meskipun ketrampilan memahat dipelajari secara turun-temurun, namun sesungguhnya para pengrajin yang ada telah memiliki silsilah darah pemahat yang sangat panjang. Bahkan tidaklah berlebihan bahwa nenek moyang merekalah yang memahat satu per satu batu yang disusun menjadi candi terbesar dan termegah yang menjadi kebanggaan bersama bangsa kita, Borobudur! Roda sejarah terus berputar. Muntilan mau tidak mau juga harus berpacu dengan roda jaman. Akan seperti apakah Muntilan di masa depan. Hanya catatan sejarahlah yang akan bisa berkisah untuk anak cucu kita di waktu yang akan datang.

Sumber Artikel : https://sclm17.blogspot.co.id/2016/03/sejarah-kabupaten-magelang.html
Sejarah, Cerita, Legenda, Mitos, TOKOH, Situs

IMG
IMG
IMG